1 Sep 2010

Sembunyi - sembunyi

Aku berjingkat melintasi ruang tamu menuju ruang makan.
Sepi.
Aku menelan ludah. Berdebar debar aku melangkah melintasi petak petak ubin di lantai, berusaha tidak menimbulkan suara sekecil apapun. Pelan pelan, Tiffany.. aku menyemangati diriku sendiri.
Sampai di pertengahan koridor penghubung ruang tamu dan ruang makan, aku tercenung. Apa ini? Harus mengendap endap di rumah sendiri hanya untuk makan!! Aku bukan maling.. hatiku rasanya ingin menjerit.
Andai saja, aku tidak dilahirkan dalam keluarga ini… Eh, pikiran macam apa itu?? Aku menggeleng gelengkan kepala sambil menepis udara, seakan hal itu bisa mengusir pikiran negatif yang bersemayam di kepalaku. Allah, kuatkan aku. Kuatkan aku.
Masih berjingkat, aku meneruskan langkah kakiku. Mama papa belum bangun… Koko- kokoku juga pasti masih pulas. Di rumah ini, kehidupan baru mulai jam 6 pagi. Karena itu, aku merasa aman aman saja melakukan hal ini. Mereka pasti belum bangun jam segini..
Perlahan, aku membuka pintu kulkas.. Ada nugget… sosis.. ada mantau dan kuah kepiting sisa semalam.. aku meraih sebanyak mungkin makanan dalam pelukanku. Ada buah gak ya? Pelan pelan, aku meraih handle laci buah, menariknya sepelan mungkin dan..
“TIFFANY!!!”
Aku terlonjak kaget. Batangan sosis dan bungkusan nugget berjatuhan.
Mama!! Desisku tak percaya. Sejak kapan beliau berdiri disana?
“ Mama kecewa sama kamu, nak.” Mama berjalan mendekat.
Aku terdiam. Menelan ludah. Tidak berani menatap wajah tuanya.
“Kamu harusnya bilang..” suara mama sedikir bergetar.
Menangiskan dia? Kecewa pada putri kecilnya yang memberontak?
Aku terkesiap. Mama memelukku!! Dari semua pilihan yang mungkin berhak aku dapatkan karena mengecewakan hatinya.. dia memelukku!!!
” Maafkan Fanny ma…” Aku terisak. Meleleh pada pelukannya.
“Kamu seharusnya cerita tentang masalah sebesar ini… mama tidak akan pernah melarang kamu untuk hal sepenting ini nak.. ini masalah pilihan hati…” Mama melepas pelukannya. Ia menatapku dengan mata tua yang bijak itu.
“Jadi, mama ga masalah….. kalau Fanny sekarang muslim?” aku bertanya, hati hati.
“Enggak, sayang!! Kamu harusnya bilang… besok-besok biar mama temani kamu sahur… “ mama mengacak ngacak rambutku, masih dengan intensitas kasih sayang yang sama seperti sebelumnya. Aku memeluk mama erat erat.
Alhamdulillah, berkah Ramadhan itu memang benar benar ada!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar