1 Sep 2010

Aku dan Sardi

Melihat arloji, jam 23:43. Tidak begitu dingin karena mendung menggelantung di langit. Dengan jaket setebal ini dan kerpus di kepala malah bikin tambah gerah. Dan aku masih disini, bersembunyi di balik tong sampah di pinggir saluran air yang gelap.
Kembali melihat arloji, jam 00:51. Satu jam lebih telah berlalu. Mata mulai mengantuk, nyamuk-nyamuk mulai menyerang daerah yang terbuka. Tapi seseorang yang kunanti itu tak datang-datang juga. Dan saya masih disini, bersembunyi di balik tong sampah di pinggir saluran air yang gelap.
Jam 02:56. Mobil itu memasuki lorong, menuju saluran air. Dan aku telah siap dengan kedatangan Sardi, gembong narkotik kelas kakap yang berjanji menemuiku disini.
Mobil Sardi berhenti tak jauh dari tempatku bersembunyi. Terlihat dia mematikan mobil dan membuka bagasi.
Sardi membelakangiku, dia sedang bersusah payah mengeluarkan sesuatu dari bagasi mobil. Dengan mengendap-endap aku mendekatinya dari belakang, belati dingin yang aku beli dari eBay seminggu lalu sudah siap membalaskan dendamku. Kuangkat belati, aku ayunkan dengan sekuat-kuatnya ke leher Sardi. Hanya butuh 3 menit yang penuh derita untuk Sardi melepaskan nyawanya sambil memegang leher yang tertancap belati 150 ribu-ku.

Kulihat Sardi yang sudah tidak bergerak. Dalam hati aku berkata, “Selamat jalan, ayah. Semoga engkau bahagia disana. Terima kasih sudah membawakan sahabatku yang aku bunuh tadi kesini.”
Melihat arloji, jam 03:05. Tidak begitu dingin karena mendung menggelantung di langit. Dengan jaket setebal ini dan kerpus di kepala malah bikin tambah gerah. Dan aku beranjak pergi dari lorong ini. Besok aku harus menemui para pengedar narkotik yang akan membeli dariku, sahabatku, dan ayahku, Sardi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar