20 Mei 2011

Malam menelan

Anak laki-laki itu sedikit berlari setelah melihat ku. Dengan satu kaki kiri yg luka bernanah, dia mencoba menerobos melewati gang-gang kecil. Mencebur sedikit ke selokan kecil karena tak bisa melompat. Aneh, aku bahkan tidak menahu siapa dia. Yang aku tahu, beberapa cerita kakak ku, Rani, ada seorang anak kecil setengah pincang pernah menjadi materi berita surat kabar tempat kerja nya sebagai seorang yg membunuh bos geng di lingkungan sekitar kumuh yang dia tinggali. Agak aneh memang, tidak ada urusan nya dengan ku. Namun, ada sedikit yg menjadi rasa penasaran dalam hatiku. Dengan kekuatan apa dia dapat membunuh seorang pria berbadan besar itu? 

Tiga hari yg lalu saat otopsi polisi, pria yg bernama Bernan itu terlindas kendaraan. Namun polisi sama sekali sulit melacak kendaraan yg mengakibatkan badan Bernan remuk dengan isi organ dalam yg semburat. Membayangkan nya saja aku sudah tahu, pasti antara Bernan dan kendaraan itu sama-sama punya kecepatan yg tidak biasa dalam hal nya masing-masing. Sungguh aku masih penasaran.

Doooor dooor dooor......, ketukan pintu itu sengaja aku keraskan. "Rani, sudah 1 jam kau di dalam. Saat nya berbagi kamar mandi". Beruntun Rani keluar, "Maaf, senang sekali berada di dalam, Roi". Sambil tersenyum berlalu. "Apa kau masih mengejar berita Bernan?", tanya ku. "Hmm, iya. Tapi bukan aku yg meneruskan. Ada wartawan lain yg meliput. Aku memburu berita lain". Dan walaupun Rani tidak dalam tugasnya lagi, aku dengan setia mencari anak laki-laki itu. Pasti sangat mendebarkan sedikit berlari di belakangnya. 

Siang itu akhirnya aku ingin memuncakkan pertemuan dengannya. Aku ingin mengajaknya mengobati lukanya, lalu berbicara banyak sampai bisa ku arahkan pada kematian Bernan. Kami tetap melakukan hal yg sama. Anak itu berlari menjauhi ku, dan aku berusaha keras mendekati nya. Lebih sedikit seru pada akhirnya. Namun akhirnya dia merasa sangat capai dengan usahanya. Aku bersih kuat membuka pembicaraan ku untuk mengobati lukanya. Awalnya dia takut, tapi akhirnya mau jg. Dengan kotak P3K yg kubawa dalam ransel, sangat menguatkan hatinya bahwa aku orang yg baik. Sedikit demi sedikit dia mulai menerimaku sebagai teman bicara. Sampai pada akhirnya aku bertanya tentang Bernan. Dia hanya diam. Namun akhirnya mau terbuka dengan rasa takut. "Bernan mengejarku karena aku melempar kepalanya dengan batu. Sampai pada ujung jalan besar ini, tepatnya saat malam hari. Malam sekali. Sesuai dengan waktu kesepakatan. Aku menggiringnya ke jalan raya itu dan mendapatinya tertabrak oleh mobil. Ini menyenangkan.", ujarnya tersenyum. Horor rasanya mengetahui anak sekecil ini mengerjakan "proyek besar". "Taukah kau? Rencana ini sudah lama dipikirkan bersama seseorang. Akhirnya dendamnya pada Bernan terpenuhi juga. Tapi itu tidak seberapa dibanding pemerkosaan yg dia lakukan terhadap kaak itu, Rani, wartawan Koran Jaring-Fi. Aku tahu pasti dia sudah lega dengan apa telah ia lakukan". Anak itu tersenyum, lalu pergi berlari bersama teman-temannya, membiarkan aku yg makin bingung dengan kenyataan mengejutkan mengenai Rani, kakak ku.